tiba-tiba selembar kartu terbang dari kantongku,melayang lalu tergeletak di emper jalan.
"hi Adella !"
kupalingkan wajahku kearah datangnya suara itu. Seorang pria melambaikan tangannya.
"senpai" gumamku keheranan, jantungku berdetak cepat
"oh anggap saja aku tak pernah suka" desisku lalu kuhampiri pria itu.
"ceroboh sekali,nih"
diserahkannya selembar kartu siswa joande school. kuambil kartu itu
"hoh ?" dahiku berkerut
"ini bukan punyaku"
kini senpai yang berbalik keheranan, diambilnya kartu yang kupegang lalu dibacanya agak keras
"Adella Florel Soudarma,kelas xf, february fourteen, paris..."
"stop...stop" kataku sedikit memerintah
"apa?" tanyanya
"kamu Adella ka?"
"iya senpai aku Adella,tapi Adella Lawrence. bukan Adella Florel" kataku menjelaskan
"mirip" gumamnya
"nggak aneh! Flore itu saudara kembarku" lalu aku mendengus sebal
"sialan"
kulihat sebelah tangannya menarik sesuatu dari balik jaket beludrunya
"ini punyamu" katanya pelan
"kenapa ID-card Flore ada padamu?" tanyanya heran
"aku menemukannya di emper jalan. Kebiasaan buruk kalian yang sembrono itu terlalu sama"
kemudian senpaiku tertawa. Aku fikir aku akan selalu menyukai senpaiku, pria Yokohama yang menakjubkan.
Seperti rintik-rintik hujan yang tercurah dari langit-langit kota Paris.
"pulang yuk" seorang wanita muncul dari gerbang sekolah
"iya..iya Adella Florel ku yang cantik"
"perempuan tadi siapa?" tanya wanita yang dipanggil Adella Florel itu. sempai hanya tersenyum simpul. mereka berdua pun berlari menembus hujan.
...........................................................................................................................
Kusandarkan tubuhku di kursi dekat perapian. Gigiku gemerletuk saling beradu. Desember di Paris begitu dingin. Suhunya hanya berkisar dua derajat celcius. Walaupun begitu di jalanan sekitar cannes malah sangat ramai. Setiap tahun orang-orang menghitung mundur detik-detik pergantian tahun.
“ Lawrence “
tiba-tiba saudaraku kembarku berseru dari balik pintu kamarku.
“enterez”* sahutku
Florel membuka pintu kayu oak itu dan berjalan menghampiriku yang menatapnya sebal.
“ tetaplah di rumah, aku akan pergi ke Eiffel tower bersama teman-teman ku” katanya sedikit memaksa
“baiklah the high Royal Countess Florel” ledekku
setiap pergantian tahun aku hanya bisa jadi anjing penjaga keluaraga Soudarma. Tapi kufikir lebih baik dari pada jadi kacung Florel yang sok bangsawan itu
“selera humormu sangat buruk Lawrence” katanya sambil tertawa ringan
“aku pergi” 
kemudian Florel mencium keningku. Dibalut mantel bulu hitam rancangan Gabana, dia melenggang pergi.
“ tetaplah di rumah Lawrence selera humormu sangat buruk. Dasar hipokrit” dengusku sebal 
Aku sadar walaupun kami kembar tapi sifat kami jauh berbeda. Florel adalah anak yang manis. Sikapnya yang anggun membuatnya dinobatkan sebagai Princess of The Year di sekolah kami Joande. Sedangkan aku selalu bersikap ketus dan kasar. Lebih mirip pengemis jalanan.
“ tapi aku lebih senang jadi pengemis sungguhan! Tidak ada sekolah, tidak ada tabble manner, tidak ada pesta membosankan. Hanya ada kebebasan” ungkapku penuh harap
“ kring...kring” samar-samar terdengar suara telepon berbunyi
“ nona lawrence, telepon untuk anda” sebuah suara memanggil
“ masuk” sahutku
seorang wanita setengah baya muncul. Setengah berlari ia melewati ruangan lalu diserahknnya gagang telepon padaku
“ thanks Chantal”
tak lama Chantal meningglkan kamarku dengan wajah mengkerut
“ apa itu thanks ?anak muda sekarang tidak sopan” gerutunya. Aku hanya tersenyum geli saat mendengrnya.
“ hallo, Lawrence disini” kataku
“ Qui parle?”*
“ Lawrence ini aku max”
seorang pria menyapa di balik teleponnya.
“ ada apa Max?” tanyaku antusias. Kutarik punggungku dari sandaran kursi. Aku selalu merasa senang jika Max menghubungiku. Dikepalanya selalu ada ide-ide yang membuatku bebas dari Madam Roselin, asisten pribadiku yang sinting itu. Seperti kali ini
“ wow sepertinya asyik” seruku gembira saat max menawariku menghabiskan akhir tahun ini bersama anak-anak jalanan di Bonaparte St.
“ tapi tak lama kan? Mungkin aku hanya punya waktu lima jam sebelum Madam Roselin menemukanku kabur dari rumah”
kupelankan suaraku agar wanita itu tidak mendengar pembicaraanku.
“ ok! Kutunggu di Mc. D sekarang” kata Max
setelah itu terdengar nada sambung terputus.
Hanya perlu lima menit untuk lolos dari rumah Soudrma. Kupercepat langkahku hingga akhirnya kunaiki taksi menuju Bonaparte St. sengaja kutinggalkan Ford ku mengingatkan statusku yang illegal. Mungkin sebelum aku berhasil mengeluarkannya dari garasi, aku sudah ditangkap madam sinting itu.
Hamparan lampu berkelap-kelip diatas kota Paris seperti gaun permata yang menawarkan pesona eropa klasik. Tidak salah jika dunia menobatkanya sebagai pusat peadaban tua. Sebagian bangunan menampakan kemegahan Prancis di awal abad 14.
taksi pun berhenti. Kubayar 45 euro lalu taksi melaju meninggalkanku didepan restoran fast food.
“ oh my countess” Max berseru di belakangku
“ijinkan Maximiliam Rosewell ini mengantar anda ke pesta kotornya anak jalanan”
sapa Max sambil membungkuk dengan nada mengejek
“brengsek, jangan samakan aku dengan wanita idiot seperti Florel” dengusku sebal. Max hanya tertawa renyah
“itu yang aku suka darimu”
mereka pun berjalan menuju pekarangan rumah seserang sambil mencemooh sikap aristokrat keluarga Soudarma di zaman republik saat ini.
“yah aku memng muak berada ditengah keluargaku” kataku akhirnya
“rumah siapa ini?” tanyaku sedikit berbisik
“anak perdana menteri jepang” jawab Max 
“Shinzou Abe, kan?” tanyaku pensaran
“ kita lihat saja”
kemudian aku dan Max masuk kedalam rumah itu
“wow” seruku takjub
Ruangan itu penuh dengan ratusan anak jalanan. Sebagian dari mereka sudah menggunakan topi dan baju tahun baru, ditangan mereka tergenggam terompet aneka bentuk dan warna. Sebagian lagi masih antri dengan pakaian lusuh dan kumal.
Didepan antrian panjang itu terlihat puluhan orang pelayan sibuk membagi-bagikan kado tahun baru.
Mataku menatap berkeliling. Senyum dan canda tawa terangkum di setiap wajah dekil mereka. Yah aku memang menyukai orang-orang macam itu. Mungkin Florel akan muntah jika berada disini. Lalu aku tersenyum geli.
“ ah” aku memekik keras saat seorang pria sebayaku menabrak.
“maaf” serunya, kemudian dia berlari kearah teman-temannya dengan menenteng sekantong syal.
“dasar tak tahu sopan santun” dengusku
“Franc memang begitu”
sebuah suara asing, dengan logat jepang terdengar di belakangku. Kuputar tubuhku dengan rasa penasaran.
“siapa kamu?” tanyaku dengan kening berkerut. Seorang gadis jepang dengan wajah orientalisnya tersenyum padaku. Rambut hitam yang panjang tergerai sebahu membingkai wajah ovalnya.
“perkenalkan namaku Suzuka Abe, pemilik rumah ini, dan orang tadi adalah Francois Roynette, sahabatku. Franc bukannya tidak sopan tapi dia memang pengemis” katanya menerangkan denagn wajah malu-malu
“madmoissle, mau membantuku menjadi santa tahun baru?” tawarnya kembali tersenyum manis.
“hmm.. dengan senang hati” kataku akhirnya
aku dan nona jepang yang umurnya satu tahun dibawahku itu pun membagi-bagikan kado tahun baru.
Suzuka Abe adalah orang yang meyenamgkan, walaupun umurnya lebih muda, dia bisa membawa diri. Tapi Suzuka agak mirip Florel.
Tak terasa aku telah menghabiskan tiga jamku di rumah Suzuka Abe. Terlalu menyenangkan bisa bercanda tawa dengan anak-anak yang kurang beruntung seperti mereka.
Angin malam menyelinap dari pintu barat yang terbuka,membuat rambut coklatku berantakan. Wajahku lusuh oleh kerinagt. Tapi aku bahagia. Untuk pertama kalinya dalam hidupku berbagi dengan orang lain.
Waktu menunjukan pukul 10.00 malam. Semua orang telah mendapat kado tahun barunaya. Kini mereka berarak sambil meniup terompet di sepanjang Bonaparte St. menuju Eiffel tower di pusat kota.
“hah” dengusku lega. Seulas senyum terus mengembang di sudut-sudut bibirku.
“Lawrence” panggil Max dari ujung pintu. Kupalingkan wajahku lalu kupandangi Max dan topi kerucutnya yang tinggi. Mataku membelalak. Tampilan Max sangat menggelikan. Rambut coklatnya yang biasa tergerai hingga menutupi tengkuk kini diikat dua dipinggir. Longcoat hitamnya ditutup sampai leher membuatnya terlihat seperi rok. Tapi Max memang terlalu tampan untuk berubah jadi cantik.
“happy new year, Lawrence” serunya
“dasar sinting” kataku menggeleng kepala
“tuan Max terlalu humoris” bisik Suzuka yang berdiri disampingku.
“seperti badut” timpalku. lalu kami berdua tertawa cekikikan
“kalian menertawakan aku ya?” tanya Max dengan tampang curiga, saat dia tiba di depanku dan Suzuka
“tidak!” bantah Suzuka dengan wajah memerah
“Max kenapa rambutmu?” tanyaku sambil tersenyum geli
“disini gerah, aku meminta Hiro mengikatkan rambutku sebelum dia pergi” jawabnya
“Hiro-sama memang sangat jahil” bisik Suzuka
“Max kemarilah” panggilku. Kubuka topi kerucutnya dan ikatan di rambutnya.
“ehm...”
terdengat Suzuka berdehem membuat aku dan Max memandangnya
“sebaiknya kita berangkat sekarang” ajaknya
akhirnya aku, Max, dan Suzuka bergabung bersama anak-anak lain menyusuri Bonaparte St. Arak-arakan panjang itu terus melaju
“ happy new year!”
seru mereka bersahutan. Tak ketinggalan kutiup terompet keras-keras
“tooooot”
suaranya bergema, membuat bibirku bergetar
“seperti suara gajah”
tiba-tiba Max berseru, menertawakan hasil kerjaku.
“tapi lebih baik dibandingkan dengan terompetmu yang hanya bebunyi ngiik itu” balasku sambil tersenyum lebar
“oh, dasar putri gadungan” desisnya pura-pura putus asa dengan menggelengkan kepalanya. Serta merta ku gandeng tangan kirinya.
“sudahlah Max” rengekku
Waktu yang bergulir menari-nari di sekitar eiffel tower seolah menanti datngnya pergantian tahun......................................................................................................
kupeluk lengan max erat.
“Max?” panggilku
Max tak menyahut, dia hanya menjawab dengan pandangan matanya.
“dari tadi aku tak melihat Suzuka” kataku pelan
seketika Max berhenti. Gurat kecemasan terbayang jelas di wajahnya.
“kalau kau mau, aku bisa pergi duluan” kataku
“terima kasih Lawrence” katanya. secepat kilat Max berlari menembus arak-arakan.
“kenapa secemas itu?” tanyaku dalam hati
“pasti ada sesuatu? tapi sepertinya Suzuka menyukai Franc”
setengah perjalanan maenuju Eiffel tower kuhabiskan dengan menduga-duga hubungan Max-Suzuka. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku maerasa Max telah menyingkirkannku.
Kuinjakan kakiku digerbang masuk Eiffel tower. Sudah tiga puluh menit, tapi Max dan Suzuka belum juga muncul.
“hah” dengusku bosan
perlahan kakiku membawa tubuhku ketepian kolam. Kutatap langit diatasku yg bertabur bintang, gemerlap menyambut tahun baru.
“Madmoiselle Lawrence” terdengar seseorang memanggilku.
“kau Francois Roynette?” tanyaku memastikan
“ya aku teman Suzuka” katanya menambahkan. Lalu Franc mengajakku duduk di kursi tepian kolam.
“maaf tadi aku menabrakmu” ungkap Franc dengan nada menyesal
“lupakan saja” jawabku sambil tersenyum
“mm... sepertinya kamu sangat dekat dengan Suzuka?” tanyaku
Franc tak segera menjawab. Mata coklatnya menatap ke tepian kolam yang berkilau tertimpa cahaya.
“ sepertinya begitu” jawab Franc ragu-ragu
“maaf tapi aku harus bilang, kamu jangan pernah menyerah” kataku berusaha memberi pendapat
“Suzuka menyukai orang lain” katanya putus asa
“benarkah?” tanyaku penasaran
“ya, dia masih mencintai mantan kekasihnya”
Franc melemparkan batu kerikil ke tengah kolam menimbulkan riak air ke segala arah
“orang itu, Maximiliam Rosewell” 
kedua bola mataku langsung melebar saat nama Max disebutkan
“tidak” desisku
“mereka hampir bertunangan bulan lalu, tapi entah kenapa mereka mengakhiri hubungan mereka”
kemudian Franc melepas pandangannya dariku
“aku rasa aku harus pergi” kata Franc cepat
Dia segera berdiri dan meninggalkanku dengan berbagai macam perasaan. Suasana di Eiffel tower semakin ramai, disana sini orang-orang meniup terompet dan menyalakan kembang api
“aku ini kenapa? Seperti bukan aku yang biasanya” bisiku muram
akhirnya dengan setengah hati, aku meniup terompet dan bergabung bersama ank-anak lain.
Desember rain.........
tanah yang merah, tak mampu manangisi kepedihannya. Tapi langit, akan menangis walau tak ada yang terluka......
“Suzuka” panggilku, kulihat gadis itu sedang berbicara dengan pria sebayanya. Tergesa-gesa aku menghampirinya.
“ su...eh senpai” kataku kaget saat melihat pria yang sedang berdiri di samping Suzuka
“kalian sudah saling kenal rupanya” kata Suzuka sambil tersenyum kearah senpai
“madmoissle ini adik kelasku di Joande” jawab senpai santai
“kalian?” tanyaku
“Hiro-san ini kakakku” jawab Suzuka
kemudian aku mengangguk pelan
“ oh ya maukah kalian mendoakan aku?” tanya Suzuka tiba-tiba
“untuk apa?” tanyaku penasaran
“hari ini aku akan menyatakan perasaanku pada seseorang yang sangat aku cintai” katanya malu-malu
“Max kah?” desisku dalam hati
“oh, ya yentu saja” jawabku pura-pura tersenyum
“aku juga akan melakukannya” kata senpai tiba-tiba. Ditatapnya kedua mataku, membuat hatiku berdebar kencang
“ehm... sepertinya aku harus pergi” kemudian Suzuka pergi meninggalkan kami berdua ditengah keramaian suasana akhir tahun.
“a..ada apa?” tanyaku kaku
“Lawrence, ijinkan aku bicara jujur padamu” katanya tanpa melepas tatapannya, membuat tubuhku semakin kaku.
“kamu ingat, hujan saat itu. Pertama kalinya aku berani bicara padamu?”
aku hanya mengangguk pelan
“dari dulu aku menyukaimu, tapi kamu terlalu sulit didekati, kamu dingin, misterius, ketus, tapi membuatku lebih tertantang untuk lebih mencintaimu”
ungkapnya panjang lebar. Kemudian kedua tangannya yang terbalut sarung tangan abu-abu menggenggam pundakku.
“aku sangat mencintaimu Lawrence, lebih dari siapapun. kau berbeda dengan Florel” katanya tegas membuat pipiku bersemu merah
“senpai kenal Florel?” tanyaku pelan
kulihat senpai agak kaget.
“mm.... ya, maksudku ya aku mengenalnya dan kini, aku dengannya” jawab senpai terbata membuatku heran
“apa maksudmu senpai?” tanyaku lagi
“Lawrence dengarkan aku, kau tahu aku tidak suka berbohong. Makanya percayalah pada kata-kataku. Aku membuat kesalahan besar pada Florel” terangnya
“senpai, aku tidak mengerti. Kesalahan besar apa?” tanyaku mulai curiga
“aku kalah taruhan dengannya, dia menuntutku menjadi pacarnya selama satu bulan” seketika aku terperanjat. Kulepas kedua tangannya dari pundakku
“penipu” makiku
“aku terpaksa Lawrence, aku laki-laki yang tak bisa lari dari janji” katanya menjelaskan
“senpai fikir aku ini apa?” tanyaku bergetar penuh emosi
“Lawrence...” desisnya memotong
“baiklah. Lupakan saja aku” desisku kesal
serta merta senpai memeluk tubuhku, membuatku tak bisa berfikir dengan jernih.
“aku hanya ingin jujur pada perasaanku” bisiknya
“ya” desisku pelan
“kalau kamu tak keberatan, tunggu aku” katanya lagi
perkataan senpai membuatku termenung. Apa aku bisa mempercayainya? Sudah lama aku mendambakan orang yang kini memelukku.
Tapi................
Bumi berputar tiada henti, takdirku pun berputar sangat tak beraturan dan waktu yang bergulir melahirkan benang-benang merah. Haruskah kuputuskan jalinan cinta kusut yang mirip sarang laba-laba ini?
Senpai mendekapku erat, udara dingin yang menyusup ke balik matel, menarikku mendekapnya dalam-dalam.
Ditengah gemerlapnaya malam, dengan jelas aku bisa merasakan kebahagian. Namun perlahan muncul shilluete yang lekat memperhatikanku. Kubuka mataku lebar-lebar
“Max?” bisikku dalam hatiku
perlahan kulepaskan pelukanku. Kulihat ekspresi bingung di wajah tampan senpai.
“senpai” kataku pelan. Kutatap matanya lekat
“kau harus tahu, Florel saudara kandungku satu-satunya. Aku tak mungkin merebut miliknya. Aku tak mau Flore menggapku saudara yang kejam. Aku menyayanginya, dan Florel mencintaimu”
“Florel tidak mencintaiku, hubungan diantara kami hanya konsekwensi dari permainan” sanggah senpai
“lalu kenapa dia memintamu jadi pacarnya?”
“Lawrence....” desisnya bingung
“kumohon cintailah Florel, aku senang bisa mencintaimu senpai. Tapi ada impian yang hendak kuraih”
kemudian setengah berlari aku meninggalkannya, menerobos kerumunan lalu mencari Max.
“lima menit lagi, tahun baru tiba”
sebuah suara membahana di sekitar Eiffel tower. Kulirik jam tanganku.
“tidak....!” pekikku
aku sudah menghabiskan lima jamku dan aku harus kembali ke rumah sebelum Madam Roselin menemukanku hilang dari kamar.
“Max!” panggilku
secepat mungkin kuterobos kumpulan orang yang semakin ramai
“Max” panggilku lagi. Tapi orang-orang semakin banyak
“sepuluh.......sembilan......delapan.............tujuh............” kudengar orang-orang mulai berteriak menghitung mundur pergantian tahun
“enam.............lima....................empat..................”
“Max” panggilku lagi, suaraku terputus dan aku mulai putus asa
“tiga..............................dua...........................satu...................”
serentak semua pengunjung meniup terompet. Bunga api meluncur keangkasa, pecah membentuk percikan bertabur warna yang menghiasi langit-langit Paris.
Kusingkir kan tubuhku dari kerumunan. Dengan berat hati kusandarkan tubuhku di kursi tepi kolam.
Dapat kupastikan Madam Roselinsedang mencariku, kepulangan nanti akan menjadi mimpi buruk bagiku. Tapi aku nyaris tak peduli. Yang terfikir saat ini adalah menemui Max. aku hanya ingin Max.
“Lawrence” kudengar seseorang memanggilku
“Max” fikirku. Kupalingkan wajahku kaarahnya. Aku begitu kecewa saat kutahu yang memanggilku bukan Max melainkan Franc.
“dimana Max?” tanyaku
Franc tak menjawab dia hanya mendekatiku lalu duduk di sampingku.
“mana Max?” tanyaku lagi
“Max bersama Suzuka” akhirnya Franc menjawab. Hatiku langsung mencelos dan aku merasa sangat merana, tapi aku pura-pura tersenyum tegar
“jangan munafik” desis Franc 
“aku rela meminjkamkan pundakku” bisiknya
tapi aku hanya tersenyum kecut. Franc pun pergi meninggalkanku.
Di bawah langit bercahaya, kutatap hamparan air yang berkilauan, angin musim dingin menerpa dedaunan menimbulkan suara gemerisik pelan.
Sesuatu yang hangat mengalir di pipiku. Aku tak sadar telah menangis. Tangisan tanpa suara....................
“ Lawrence” Max berbisik ditelingaku. Perlahan tubuhnya mendekapku dari belakang.
“kita pulang”
---------The End--------

No comments:
Post a Comment